gula

Gula SHS / GKP

Gula SHS / GKP sebagai produk unggulan kami hadir dengan cita rasa premium. Gula SHS kami telah sesuai standar nasional dan halal.

Bagikan Produk:

SHS adalah Superium Hoofd Suiker (dalam Bahasa Indonesia: Gula Kepala Kelas Super, salah satu produk andalan dari PT Kebon Agung adalah Gula SHS).

Istilah SHS berasal dari penamaan Bahasa Belanda karena mayoritas pabrik gula di Indonesia merupakan peninggalan dari kolonial Belanda, sehingga istilah yang diberikan oleh Belanda masih digunakan. Gula dikemas dalam bentuk karung dengan berat bersih (netto) 50 kilogram. Kualitas gula yang diproduksi sudah melalui uji coba dan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Selain itu juga telah bersertifikat Halal dari MUI yang menjadikan produk gula kristal ini terbukti aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gula kristal adalah tebu (Sacharum Officinarum) yang dapat tumbuh di daerah sawah, lahan, daerah beriklim tropis, dan subtropis. Tanaman tebu yang akan diproses adalah bagian batang yang mengandung gula (Sukrosa). Nilai rendemen tebu merupakan faktor penting dalam pembuatan gula. Semakin besar rendemen, maka semakin banyak gula yang dihasilkan.

Faktor-faktor yang memengaruhi rendeman tebu adalah kondisi tanah, iklim, curah hujan, ketinggian tempat, varietas, pemeliharaan tanaman, pengangkutan, dan penanganan sebelum giling.

Tanaman tebu diklasifikasikan sebagai:

  • Family: Gramineae
  • Sub Family: Andropagane
  • Genus: Saccharum
  • Species: Saccharum Officinarum

Gula sukrosa merupakan karbohidrat yang termasuk disakarida. Sukrosa dihasilkan dari sintesa biokimia antara 2 buah monosakarida yaitu D-Glukosa dan D-Fruktosa.

Monosakarida pembentuk sukrosa tersebut dihasilkan dari proses fotosintesis gas CO2 dan H20 dengan bantuan sinar matahari. Pengawan dan persediaan bahan baku ditangani oleh bagian tanaman seksi tebang angkut.

Untuk mengontrol mutu tebangan, pabrik menetapkan bahwa tebu yang boleh masuk untuk digiling harus memenuhi syarat MBS:

  1. M : Manis, tebu harus sudah masak atau tua.
  2. B : Bersih, hasil tebang yang dikirim ke pabrik harus bersih dari kotoran (Slamper, pucukan, akar, tanah dan lain-lain).
  3. S : Segar, jangka waktu tebu tertebang sampai masuk gilingan kurang dari 36 jam.

Beberapa bahan pembantu dalam proses pembuatan gula.

  1. Air imbibisi Air imbibisi digunakan utnuk mengekstraksi nira yang terkandung dalam tebu pada Stasiun Gilingan dan untuk mengesatkan nira pada proses selanjutnya, sehingga kandungan ampas dapat ditekan seminimal mungkin.
  2. Kapur Tohor (CaO) Kapur Tohor (CaO) adalah bahan dasar pembuatan susu kapur. Kapur tohor berfungsi untuk mengikat senyawa-senyawa bukan gula dalam nira mentah, sehingga memudahkan dalam pemisahan nira dari kotorannya. Penambahan susu kapur akan membuat nira lebih stabil dalam proses pemanasan dan tidak mudah terhidrolisa. Proses pembuatan susu kapur dengan memasukan kapur tohor ke dalam rotary drum dengan disemprot air panas.
  3. Belerang Belerang digunakan sebagai bahan pembuatan gas SO2 dalam pembakaran belerang dengan udara terbatas. Gas SO2 digunakan untuk proses pemurnian secara sulfitasi. Belerang dibakar dalam tobong belerang kemuan dicairkan dengan uap air, selanjutnya dialiri udara sehingga terbentuk gas SO2.
  4. Flokulan Flokulan merupakan bahan yang digunakan untuk mempercepat proses pengendapan, dimana dalam larutan nira akan terbentuk colonial tersuspensi dan flok-flok (koloid), sehingga terjadi proses pengendapan. Jenis flokulan yang digunakan adalah Acofloc.
  5. Natrium Hiroksida (NaOH) Natrium hidroksida digunakan di Stasiun Penguapan (evaporator) dan pemanasan yang berfungsi untuk membantu menghilangkan atau melunakan kerak pada evaporator dan pipa-pipa pemanas.

Proses produksi gula dari tebu melibatkan serangkaian langkah yang kompleks. Berikut adalah beberapa fase pembuatannya, sebagai berikut:

  1. Tebu: Melakukan proses penanaman tebu hingga proses panen tiba.
  2. Timbangan: Tebu yang siap dipanen akan memasuki tahapan proses penimbangan sesuai prosedur yang berlaku.
  3. Penggilingan: Tebu pertama-tama dihancurkan dan digiling untuk memisahkan jus atau air gulanya dari serat-seratnya. Hasil penggilingan ini disebut "tepung tebu" atau "tepung bit".
  4. Pemurnian: Jus tebu atau bit gula yang diperoleh dari pengepresan kemudian dimurnikan melalui serangkaian proses, termasuk pengendapan, penyaringan, dan pemurnian kimia. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, lilin, dan komponen lain yang tidak diinginkan dari jus, sehingga menghasilkan larutan gula yang lebih murni.
  5. Penguapan: Tepung tebu atau bit yang dihasilkan kemudian diperas untuk memisahkan jus tebu atau bit gula dari serat-seratnya. Jus yang dihasilkan ini kaya akan sukrosa, yang merupakan gula alami.
  6. Kristalisasi: Larutan gula yang dimurnikan kemudian dipanaskan untuk menghilangkan sebagian airnya dan dijadikan larutan pekat. Selanjutnya, kristalisasi dilakukan dengan mengkristalkan gula dari larutan pekat menggunakan pengendapan atau pemisahan dengan sentrifugasi. Ini menghasilkan kristal gula mentah.
  7. Pemurnian Lanjutan: Kristal gula mentah yang dihasilkan kemudian dimurnikan lebih lanjut melalui serangkaian proses, termasuk pengeringan, penyaringan, dan pemutihan, untuk menghasilkan gula putih yang halus dan kemurnian tinggi.
  8. Finishing: Gula putih yang sudah jadi kemudian dikemas dalam kemasan yang sesuai, siap untuk didistribusikan ke pasar.

1. Pengawasan Mutu Bahan Baku Analisa bertujuan untuk menentukan kapan tebu siap ditebang, yang dilihar dari factor tebu, factor koefisien daya tahan (KDT) dan factor koefisien peningkatan.

2. Pengawasan Mutu Proses Penggilingan Pengawasan mutu proses penggilingan bertujuan untuk mendapatkan nira tebu sebanyak-banyaknya dan mengusahakan agar gula yang tersisa dalam ampas dapat ditekan sekecil mungkin.

a. Penentuan harga % Brix Prosedur analisa:

  • Contoh nira dimasukan dalam brix beker sampai penuh dan didiamkan agar kotoran besar mengendap.
  • Brix Weighner dimasukan dalam brix beker tersebut.
  • Skala diamati dalam keadaan stabil ( 5 menit) skla brix weighner dan suhu dicatat.
  • Dari skala brix dan suhu nira dapt dicari harga brix terkoreksi dengan bantuan table.

b. Penentuan harga % Pol Prosedur analisa:

  • Contoh nira dimasukan dalam labu takar 100 ml, sampai tanda tera.
  • Menambahkan larutan A12 (SO4)3 5ml, kemudian dikocok sampai homogen lalu disaring.
  • Dimasukan fitratnya ke dalam tabung polarisasi dan diamati. Maka akan didapatkan Pol yang belum terkoreksi. Pol terkoreksi dapat dilihat dari hubungan brix pada hasil pembacaan dan factor koreksi pada table.

c. Penentuan harga HK (Harga Kemurnian) Harga HK nira yang dilakukan dengan mengetahui nira brix dan nira pol. HK diperoleh dari persen pol dibagi dengan persen brix terkoreksi. Semakin tinggi HK maka kualitas nira semakin baik.

d. Analisa Nira Analisa nira yang dilakukan yaitu nira dan gilingan, nira mentah, nira encer, nira tapis dan nira kental. Analisa nira dilakukan setiap satu jam sekali dengan penetapan harga brix dan pol untuk menentukan derajat kemurnian dan harga kemurnian (HK), %brix, dan % Pol.

3. Pengawasan Mutu Proses Pemurnian Tujuan utama dari proses pemurnian adalah membuang sebanyak-banyaknya zat bukan gula dan mengusahakan agar rusaknya gula dan gula reduksi yang terjadi sekecil-kecilnya. Untuk mencapai hal itu, yang perlu dikendalikan adalah pH, suhu dan lama waktu yang tepat.

4. Pengawasan Mutu Proses Evaporasi Pengawasan proses ini dilakukan dengan pengawasan embun dan gas, pengawasan kebersihan evaporator, pengendalian ketinggian nira dalam bahan dan pengawasan nira kental hasil penguapan.

5. Pengawasan Mutu Proses Kristalisasi Proses kristalisasi dilakukan dalam bejana hampa, ditempuh dengan system masak bertingkat A-C-D, dimana gula dengan mutu jelek yaitu C dan D harus dilebur untuk memisahkan dari produk utama. Juru masak mengikuti kenaikan kadar padatan dengan jalan mengambil contoh secara periodic setiap setengah jam dan menegangkan kedua jarinya, bila stroop itu pada peregangan dapat mencapai panjang 1 cm tanpa putus maka tahapan masakan ini diakhiri.

6. Pengawasan Mutu Proses Puteran Pada masakan A digunakan putaran low grade centrigue, hal yang perlu dikendalikan adalah penyiraman air dimana air yang digunakan harus air panas dengan suhu 60 derajat Celcius. Tujuan penyiraman ini adalah agar diperoleh kristal gula yang putih atau gula SHS dan hasil sampingannya berupa stroop. Pada masakan C dan D digunakan putaran high grade centrifuge dan otomatis. Hal yang perlu dikendalikan yaitu pengaturan waktu pengisian dan penyiraman harus dilakukan secara tepat. Karena jika terjadi kesalahan, akan menyebabkan gula terlalu keras sehingga dapat merusak scrapper. Suhu air untuk penyiraman adalah 70 derajat Celcius.

7. Pengawasan Mutu Finishing Stasiun finishing merupakan stasiun akhir dari seluruh proses pembuatan gula. Oleh karena itu, perlu dilakukan control yang ketat terhadap produk yang dihasilkan. Dimana setiap kesalahan proses yang tidak diketahui akan menyebabkan kerusakan mutu gula.

8. Pengawasan mutu gula produk Analisa gula produk dilakukan untuk mengetahui besarnya HK yang dihasilkan, dengan menghitung terlebih dahulu % Brix dan % Pol. Analisa gula produk dilakukan sebanyak 1 kali dalam sehari.

PT. Kebon Agung memiliki unit pengolahan limbah sebagai salah satu upaya untuk kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. Limbah yang dihasilkan proses produksi berupa limbah cair, padat dan gas.

1. Limbah Cair

Limbah cair berasal dari:

a. Larutan gula dari pipa-pipa yang langsung masuk ke selokan.

  • Terbawa minyak pelumas atau bahan baker dari air buangan.
  • Air cucian evaporator.
  • Air injeksi kondensor.
  • Air pembersihan ketel.
  • Air pendingin ketel.
  • Air pendingin mesin pabrik.

Limbah cair yang memasuki lingkungan sekitar pabrik diupayakan memenuhi baku mutu air buangan industri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kadar polutan bahan organic yang diukur dengan menggunakan parameter BOD dan COD dapat diturunkan hingga memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan. BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menstabilkan bahan organic selama aktivitas bakteri aerob berlangsung. Bila nilai BOD rendah maka pencemaran rendah, sehingga kebutuhan oksigen rendah. COD merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organic dalam air secara kimia. Apabila COD rendah maka pencemaran limbah tersebut rendah. Penanganan limbah cair dilakukan secara terpadu artinya dilakukan secara eksternal dan internal.

a. Penanganan Internal

  • Minimalisasi limbah
  • Pemisahan air berpolutan
  • Pencegahan masuknya polutan padat ke dalam air
  • Daur ulang polutan yang bisa diproses
  • Mengganti penggunaan Pb asetat dengan A1 sulfat pada analisis gula

b. Penanganan Eksternal
Melewatkan air berpolutan melalui UPLC, dengan menjaga agar jumlah limbah sekecil mungkin dan kadar polutan sekecil mungkin diharapkan tidak akan mencemari lingkungan. Sistem UPLC (Unit Pengolahan Limbah Cair) UPLC bekerja secara biologis dengan aerasi lanjut (SAL/PSUL 93-3) pada system ini bahan organic sebagai polutan akan didegradasi dan diurai oleh mikroba menjadi CO2 + H20 + eneergi dengan bantuan oksigen.

2. Limbah Padat

Limbah padat yang dihasilkan berupa ampas, blotong dan abu ketel.

  1. Ampas
    Ampas merupakan hasil akhir dari Stasiun Gilingan. Ampas yang dihasilkan sekitar 35-45% dari berat tebu yang digiling. Ampas kaya serat selulosa sekitar 50%, zat lilin, zat lignin dan pectin. Ampas yang dihasilkan setelah mengalami pengeringan dimasukan ke dalam ketel sebagai bahan bakar. Sebagai dijual untuk industri kerta dan medium penumbuh jamur.
  2. Blotong
    Blotong dihasilkan dari Stasiun Pemurnian merupakan kotoran-kotoran nira yang mengendap yang mengandung bahan organic dan anorganik. Blotong dipergunakan oleh petani dan warga secara gratis dengan mengikuti prosedur pengambilan. Blotong digunakan sebagai bahan batu bata dan dapat diolah menjadi kompos.
  3. Abu Ketel
    Hasil pembakaran dari ketel menghasilkan abu. Abu tersebut perlu ditangani agar tidak menggangu kesehatan terutama saluran pernapasan melalui penyemprotan dengan air dan pembuangan ke daerah Karangwage. Abku ketel dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pupuk kompos, bahan campuran batu bata dan bahan bakaran batu bata.

3. Limbah Gas

Limbah gas pabrik terutama berasal dari asap yang dihasilkan ketel. Pembakaran yang tidak sempurna akan menghasilkan jelaga. Untuk mengatasi hal tersebut, pada ketel dilengkapi dengan dust collector dan cyclone yang dapat memisahkan partikel dari gas dengan cara memasukan aliran gas menurut gerakan rotasi dan membentuk vorteks sehingga menimbulkan gaya sentrifugal yang akan melempar partikel secara radial kea rah dinding cerobong.

Pertanyaan yang Sering diajukan

Untuk saat ini, kami hanya memasarkan produk untuk target pasar di wilayah Indonesia saja. Apabila terdapat proses pemesanan produksi untuk negara lain, silakan menghubungi tim marketing kami.

Proses pemesanan dapat dilakukan dengan cara mengisi formulir yang tersedia pada halaman kontak website. Silakan tunggu pesan balasan dari tim kami.

Terkait dengan proses distribusi gula, kami dapat menyediakan beberapa armada untuk membantu distribusi produk kepada konsumen dan mitra bisnis.

Tidak ada batasan minimal pembelian untuk setiap produk yang kami tawarkan, selama persediaan stok dari gudang kami masih tersedia.

Estimasi waktu proses produksi hingga pengiriman gula dari perusahaan akan menargetkan sesuai dengan berapa banyak tebu yang diolah, serta lokasi pengiriman gula hingga menuju pabrik atau konsumen.